RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Majelis Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP) menyidangkan kasus dugaan pelanggaran kode etik atas teradu Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Riau Rusidi Rusdan dan Ketua KPU Riau Nurhamin, Kamis (17/5/2018).
Sidang dilakukan melalui Video Conference (vidvon) di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau di Ruang Video Conference.
Sidang dimulai pukul 10.00-13.00 Wib dengan agenda mendengarkan pokok pengaduan dari Dendy (Pengadu) yang dilanjutkan dengan mendengarkan jawaban dari Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan dan Ketua KPU Riau Nurhamin (Teradu).
Sidang dugaan pelanggaran kode etik ini dipimpin oleh Ida Budiarti langsung dari Gedung KPU RI di Jakarta selaku Ketua Majelis Sidang bersama 3 orang Tim Pemeriksa Daerah yaitu Yulida dari tokoh masyarakat, Sri Rukmini dari KPU Riau, serta Neil Antariksa dari Bawaslu Riau.
Sementara itu, anggota Bawaslu Riau Gema Wahyu Adinata dan anggota KPU Riau Ilham Yasir dan Abd Hamid ikut menghadiri sebagai pihak Terkait pada sidang tersebut.
Dalam penyampaian pokok aduan, Dendy menilai langkah yang dilakukan KPU dan Bawaslu Riau tidak profesional sebagai lembaga penyelenggara dan pengawas pemilihan umum, yakni meloloskan salah satu paslon yang memberikan hanya satu kartu keluarga (KK) sebagai kelengkapan administrasi. Bawaslu pun menghentikan proses laporan Dendy dengan kesimpulan laporan tersebut tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan sebagaimana yang disampaikan Dendy, pada pasal 180 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016.
Dari kanan: Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan, Ketua KPU Riau Nurhamin, anggota KPU Riau Abdul Hamid, Ilham M Yasir dan anggota Bawaslu Riau Gema Wahyu Adinata.
Sidang Majelis ini diwarnai saling menyampaikan argumentasi antara Pengadu dan Teradu yang berlangsung alot.
Rusidi Rusdan dalam jawabannya di hadapan sidang Majelis DKPP, mengatakan, dia selaku ketua Bawaslu Riau sudah melaksanakan tugas dengan profesional dalam menindaklanjuti laporan dari Pengadu (Dendy).
Hasilnya, kata Rusidi, tidak ditemukan unsur pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana yang dilakukan oleh KPU ketika meloloskan salah satu calon gubernur yang dianggap oleh pengadu tidak memenuhi syarat karena tidak jujur dalam mengisi daftar riwayat hidupnya sebagai calon gubernur. Sebab, berdasarkan KK yang diperoleh pengadu bahwa calon gubernur tersebut memilki dua KK.
Rusidi juga menjelaskan, kesimpulan yang dibuat pihaknya sudah berdasarkan hasil klarifikasi, pemeriksaan dan permintaan pendapat ahli pemilu dan ahli pidana yang kemudian dilakukan pembahasan bersama Sentra Gakkumdu.
Rusidi juga mengungkapkan, sebenarnya kasus yang disampaikan oleh pengadu (Dendy) adalah kasus lama yang dia proses sewaktu menjadi Panwasku Kota Pekanbaru pada Pilkada tahun 2011, dan kasus ini sudah di-SP3 oleh Polresta Pekanbaru karena tidak cukup bukti sebagai perbuatan pidana.
Sementara secara administrasi kasus ini juga sudah tertuang pertimbangan putusan MK No 63 Tahun 2012 bukanlah perbuatan yang menyebabkan calon bisa digugurkan.
"Jadi, kita juga mempertanyakan apa motivasi pengadu sehingga gigih betul dalam masalah ini, sehingga muncul spekulasi kita bahwa ini terkesan mencari-cari kesalahan penyelenggara saja," tutupnya.
Sidang kemudian dinyatakan selesai dan diakhiri oleh pimpinan sidang dengan meminta pihak Pengadu dan Teradu menyampaikan kesimpulan. (rls)